Kamis, 14 Desember 2017

CINTA DALAM HATI (LIAN)

Oleh : Dwi

            Hari pertama aku kuliah tak seburuk yang aku kira. Malah di saat pertama aku kuliah aku langsung mendapatkan seorang sahabat, namanya Bima. Seseorang yang sangat baik dan saling mensuport. setelah perkenalanku dan Bima, dan kami akrab aku sering main ke rumah Bima. Entah itu ada tugas kuliah atau tidak, aku sering main kesana. Apalagi setelah aku tau ada makhluk manis di rumah itu. Namanmu Bilda, adiknya Bima. Sejak pertama aku melihatmu,
aku langsung tertarik mengenal lebih jauh. Tapi sayangnya
kita tidak pernah berkomunikasi langsung. Andai kamu tahu bilda, aku ingin sekali mendengar suaramu.
            Ting.. nong, aku membunyikan bel berwarna putih di rumahmu itu. Betapa kagetnya aku setelah aku tahu orang yang mebuka pintu itu adalah kamu.
“Assalamu’alaikum.”
            “Wa’alaikum salam.” kau menjawab sambil membuka pintu.
            “Kak Bimanya ada?” Aku bertanya dengan nada yang agak pelan, itu karena hatiku gugup saat aku mendengar suaramu bil. Aku hanya bisa tersenyum.
            “Ada kok kak, kak Lian masuk saja aku panggilkan kak Bima dulu.” Hatiku benar – benar bahagia, ternyata kau tahu namaku, aku kira kau tak pernah memperhatikanku.
            “Tidak usah Bil, aku tunggu disini saja.” aku menjawab penuh senyum.
            “Oww.. ya sudah aku panggil kak Bima dulu ya!” dengan lembutnya kau mempersilahkanku duduk. Andai kamu tahu saat itu aku ingin melompat kegirangan, tapi itu tidak mungkin aku lakukan, itu kan rumahmu, kalau kamu liat tingkahku aku pasti sangat malu. Aku hanya bisa tersenyum kegirangan karena kamu tahu namaku.

***

            Pagi yang cerah, terasa mentari masih bersembunyi di timur, tapi aku langsung bergegas dan bersiap – siap menemui Bima sekaligus untuk melihatmu sebelum kamu berangkat ke sekolah. Kalau aku sampai telat aku mungkin tidak melihatmu hari ini, karena aku ingin aku selalu melihatmu setiap hari. Dengan sepeda motorku yang sudah tak baru lagi, aku berangkat menuju rumahmu. Sesampainya disana aku melihat Bima sedang kebingungan dengan sepeda motornya dan kamu terlihat seperti sedang ngomel – ngomel gak jelas. Kamu sangat lucu saat itu. membuatku tersenyum sendiri. Akupun membunyikan klakson sepeda motorku dan menghentikan kelucuanmu dengan Bima.
“Sepedanya kenapa Bim?” tanyaku sambil membuka helm warna hitamku.
            “ Tahu nih.. tiba – tiba saja tidak bisa hidup. Mana aku harus nganterin anak manja ini.” Sambil melirik ke arahmu. Kaupun terlihat cemberut menatap Bima. Kau pasti kesal, tapi jujur aku suka dengan sikap lucumu itu. aku hanya tersenyum manis melihat tingkahmu. Mungkin ini kesempatanku untuk lebih dekat padamu, mengantarmu ke sekolah. Aku tidak pernah membayangkan kamu boncengan denganku.
            “Biar aku saja yang nganterin!” akhirnya aku memberanikan diri untuk  mengantarkanmu ke sekolah. Kau  tersenyum malu mungkin pipiku sudah merah seperti kepiting rebus. Apa kau senang Bilda? Apa kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan?
            “Kamu serius An? Ach.. entar aku ngerepotin kamu, kamu kesini kan untuk main, masak berubah jadwal jadi nganterin anak manja ini.”
            “Tapi Bim, nanti Bilda..”aku ngotot ingin mengantarmu ke sekolah, aku tidak mau melepaskan kesempatan ini..
            “Biar aku saja yang nganterin gadis manja ini, kamu…”
            “Jangaaaannn….!” Tiba – tiba kamu reflek teriak menolak Bima mengantarkanmu. Akupun menatapmu dengan tanda Tanya, apa kamu senang mau aku antar Bil?.
            “Em.. emm.. maksudku.. anu, maksudku jangan lama – lama ngobrolnya nanti aku bias telat,he!” mungkin aku agak kecewa dengan alasanmu yang tidak sesuai dengan harapanku. Tapi tetap saja tingkahmu membuatku selalu tersenyum. Aku terus tersenyum manja melihat tingkahmu. Akhirnya aku mengantarmu ke sekolah. Aku sangat senang kala itu, dunia terasa milik kita berdua.
            Bising para siswa mulai terdengar di telingaku. SMAN 3 BANGKALAN, tulisan besar di atas gerbang itu mulai terlihat dari kejauhan. Itu sekolahmu. Tidak terasa kita sudah sampai. Kenapa waktu berjalan sangat cepat?.
            “Makasih ya kak!” ucapmu sambil memberikan helm padaku.
            “Iya, sama – sama Bil” aku menjawab dengan penuh senyuman. Ingin rasanya aku bilang kalau aku masih ingin melihat wajahnmu. Tapi.. ahhh aku takut nanti kamu malah akan menjauh dariku kalau kamu tahu tentang perasaanku. Mungkin belum saatnya aku mengatakan tentang perasaanku.
            23 Mei 2011, hari ini adalah hari ulang tahunmu kan? Iya tentu saja aku tahu, aku selalu mencari tahu tentang kamu ke bima. Waktu itu, kamu ingat gak saat kita pergi tamasya ke taman. Memang kita tidak hanya berdua, ada juga kakakmu Bima disana. Aku terus memandangimu yang terus mengejar kupu – kupu. Tingkahmu sangat natural, walaupun kamu sudah SMA dan hamper dewasa, tapi tingkahmu masih lugu, itulah sebabnya kenapa aku harus melihat wajahmu setiap hari. Karena kamu selalu memberi semangat untukku menjalani hidup.
“Dia memang seperti anak kecil kalau ada kupu – kupu!” Bima sepertinya sadar kalau sedari tadi terus memandangimu mengejar kupu – kupu dan membuatku tersenyum geli melihat tingkahmu.
            “Ohya? Kenapa Bim.. ?” aku tertawa mendengarkan penjelasan Bima.
            “Dia memang sangat suka dengan itu. Katanya sih, kupu – kupu itu hewan yang penyabar. Waktu kecil, dia pernah bilang ingin menjadi kupu – kupu, dia ingin menjadi orang yang penyabar. Hewan saja bisa sabar kenapa kita tidak. Itulah yang selalu dia katakan padaku.” Penjelasan Bima sangat panjang lebar, aku sampai terdiam sejenak dan langsung memecahkan keheningan dengan tertawa.
            “Hahahaha… Dia lucu sekali ya!” aku langsung tertawa kala itu. tiba – tiba pandanganku tak mendapatimu. Kamu dimana?
            “Bim, Bilda kemana?” aku seraya agak khawatir karena tiba – tiba kau tidak ada. Aku takut kamu di culik sama kupu - kupu
            “oh iya, kemana tu anak, tunggu sini Lian, aku cari Bilda dulu!” Bima langsung bangkit mencarimu. Saat itu aku melihat ada gantungan kunci yang dengan fotomu dan juga biodatamu. 23 Mei 1993, itu hari kelahiranmu. Akhirnya aku tahu hari ulang tahunmu. Aku tersenyum tipis melihat itu apalagi saat aku tahu Bima menemukanmu yang sedang berteduh di bawah pohon cemara yang rindang tak jauh dari tempatku duduk. Aku sangat senang saat itu Bil. Kamu tlah membuat hari – hariku lebih berwarna.
            Dan hari ini adalah hari ulang tahunmu, aku telah bersiap – siap ke rumahmu. Aku berencana ingin menyatakan tentang perasaanku selama ini. Aku sudah tidak bisa menahannya. Aku juga memeblikanmu sebuah liontin berbentuk kupu – kupu. Saat aku tengah siap menghidupkan sepeda motorku, tiba – tiba om fadli memanggilku. Kamu mungkin sudah tau, kalau aku disini tinggal bersama omku. Kedua orang tuaku sudah tidak ada, dan dulu sebelum aku pindah ke Bangkalan, aku tinggal dengan nenekku di Bandung.
            “Lian, mbak Karin Nelpon katanya nenek sakit!”
            “apa om? Terus sekarang gimana?”
            “sekarang nenek di rawat di rumah sakit di Bandung. Oh ya, kamu kan sedang liburan semester, entar siang kita langsung berangkat ke Bandung ya.”
            “iya om, aku mau menemui bima dulu”
            “iya, jangan lama – lama ya Lian”
            “iya om”. Bilda, kenapa waktu kita tidak pernah tepat. Aku tidak mungkin menyakatan perasaanku sekarang padamu. Sedangkan sebentar lagi aku harus ke Bandung, mungkin aku akan lama disana. Masak kita harus long distance. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap menyembunyikan perasaanku dulu. Aku juga menitipkan hadiah ulang tahunmu ke Bima. Aku tidak mempunyai waktu banyak untuk bertemu denganmu. Semoga saja kamu suka dengan hadiahku Bilda.

***

            Sakitnya nenekku sangat parah, sehingga nyawanyapun tidak bisa di selamatkan. Aku sangat sedih kala itu, tapi ada satu hal yang membuatku lebih sedih. Sebelum nenek meninggal dia berpesan pada om fadli supaya menjodohkanku dengan anak om dika, om dika adalah sahabat alm ayahku. Nenek bilang ayahku sudah menjodohkan dengan anak om dika sejak aku masih kecil. Bilda apa yang harus aku lakukan? Jujur sebenarnya aku ingin menolak perjodohan ini tapi aku tidak bisa berbuat apa – apa. Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk membalas kebaikan orang tuaku dan nenekku. Akupun bertunangan dengan Zahra. Memang dia lebih cantik darimu, tapi aku jauh lebih bahagia kalau aku berada di dekatmu.
            3 bulan berlalu sangat lama, terasa sudah 3 tahun aku tidak melihatmu Bilda. Jujur, aku sangat merindukanmu. Apa kamu juga merindukanku? Tapi rinduku ini mungkin sudah menjadi dosa untukku. Iya, aku sudah mempunyai calon istri. Zahra memutuskan untuk kuliah di Bangkalan. Jadi dia ikut denganku ke Bangkalan. Sesampainya di Bangkalan aku langsung ingin melihatmu. Bagaimana keadaanmu? Tapi sekarang berbeda, aku sudah tak sendiri lagi. 5 Agustus 2011, hari pertama aku pulang kembali ke Bangkalan dan akupun lansung menemuimu dan Bima.
Tit.. tit... aku membunyikan klaksonku. Aku melihat kau membuka pintu.
            Deg.. tiba –tiba jantungku terasa berhenti berdetak. Aku benar – benar merasa menjadi lelaki paling jahat di Dunia. Aku melihat wajahmu sangat kecewa, aku juga melihat kau memegang liontin kupu – kupu yang ku berikan. Bilda. Apa kamu punya rasa yang sama denganku? Dari raut wajahmu sepertinya rasaku terbalas. Tapi semua itu sudah terlambat. Aku sudah tak sendiri bilda.
            “Lian…” teriakan Bima mengagetkanmu yang dari tadi hanya terdiam di depan pintu, tanpa mempersilahkan aku masuk. aku membalas dengan lambain tangan dan menghampiri Bima yang sekarang berdiri di depanmu.
            “Kapan datang?” Tanya Bima dengan rasa kangen antara 2 sahabat
            “Tadi pagi Bim”
            “Hei, siapa wanita itu? Cantik banget”. Bima terlihat penasaran dengan Zahra. Sungguh, bibirku kelu. Haruskah aku bilang kalau Zahra itu calon istriku. Tapi bagaimana dengan perasaannya Bilda. Tapi ini kenyataan dan harus aku hadapi. Aku harus jujur, aku tidak mau mengecewakan alm nenekku.
            “Namanya Zahra, dia adalah calon istriku!” aku menjawab sambil melirik ke arahmu. Bilda, matamu berkaca – kaca. Aku melihatnya. Aku yakin Bima juga tahu tentang perasaanku ke Bilda. Aku juga melihat ada kesedihan di wajah Bima saat bima menatap wajah Bilda.
            “Bilda.. apa kabar?” aku bertanya dengan penuh senyum. Tapi sebenarnya hatiku terluka, saat melihatmu bersedih.
            “Baik kak!” suaramu bergetar. Aku yakin senyumanmu itu palsu.
            “Aku masuk dulu ya.. kak Lian dan mbak Zahra silahkan duduk” kamu meninggalkanku, Zahra dan Bima. Aku yakin Bima juga bertanya – Tanya tentang Zahra. Saat kita bertiga sedang ngobrol tiba – tiba HP Zahra berbunyi.
            “maap a’, ambu Zahra nelpon, Zahra angkat dulu ya!” Zahra agak menjauh dari aku dan Bima. Saat itulah aku menjelaskan tentang Zahra ke Bima. Dan aku juga meminta tolong pada Bima supaya tidak menceritakan tentang ini padamu. Maafkan aku Bil, aku tidak bisa mempertahankan rasa cintaku padamu. Aku hanya berharap kamu akan jauh lebih bahagia dari aku. Jangan pernah meneteskan air mata untuk laki – laki seperti aku. Kita harus percaya pada janji Allah. Kalau kita memang berjodoh, suatu saat nanti kita akan bersama. Tapi kalau kita tidak di takdirkan untuk berjodoh, sekuat apapun usaha kita untuk mempertahankan cinta, kita tidak mungkin bersama. Hanya 1 hal yang aku tahu saat ini, aku mencintaimu Bilda. Sangat.